Senin, 07 Maret 2016

                                 PUBLIC RELATIONS 


Artikel bertajuk The Cultural Tribes of Public Relations, Leichty (2003:278) menjelaskan bahwa public relations (PR) tidak hanya memberikan kontribusi untuk wacana budaya organisasi akan tetapi juga merupakan bagian dari sebuah kontes budaya yang sedang berlangsung di masyarakat. Public relations adalah bidang multikultural yang memerlukan sebuah kompetisi yang sedang berlangsung dan kerjasama antar jumlah orang berbeda budaya. Leichty (2003:278) melalui artikel yang dipublikasikan di jurnal international public relations, memperkaya teori budaya bahwa budaya sebagai konstruksi sosial dari realitas beroperasi dalam batas ketentuan (Douglas, 1996). Hanya ada lima faktor pendukung terjadi persaingan budaya; hanya fatalisme, egalitarianisme, hirarki, individualisme, dan individualisme kompetitif cukup koheren untuk mencapai kelangsungan hidup jangka panjang (Thompson et al., 1990). Struktur topik adalah tema umum yang dapat digunakan untuk mengembangkan argumen persuasif dilakukan pada banyak topik. Sebuah topik budaya adalah argumen sistematik yang memperkuat pola hubungan sosial (Leichty & Warner, 2001).

Kent dan Taylor (2003) dalam bukuknya Public Relations in Global Culutueal Contexs tentang “how intercultural communication theory inform public relations practice in global setting” menjelaskan bahwa membangun hubungan adalah tujuan utama komunikasi public relations. Membangun hubungan sangat penting memperhatikan faktor budaya karena budaya sifatnya sangat cair sehingga diperlakukan secara dinamis. Kent dan Taylor menyebut Public Relations Budaya sebagai strategi PR dalam membangun hubungan dengan memperhitungakan budaya sehingga PR Budaya disebut pula kegiatan atau aktivitas PR berbasis budaya dengan tujuan yang sama yakni pencitraan dan membangun hubungan internal maupun eksternal. PR Budaya lebih luas dalam kajiannya, mencakup semua tatanan nilai, tidak dibatasi oleh etnis atau ras. Sedangkan PR Mulitikultur mengkaji citra publik berdasarkan konteks multikultur atau keragaman budaya itu hadir karena adanya perbedaan etnis atau ras. Pada kajian ilmu komunikasi istilah Public Relations atau PR tidak begitu asing karena bahasan tentang public relations secara umum telah disampaikan pada awal perkulihan, terkcuali yang mengambil peminatan public relations.


Keith Butterick dari Chartered Institute of Public Relations (CIPR) dalam Hidayat (2014:01) mendefinisikan bahwa public relations berbicara tentang reputasi hasil dari apa yang Anda lakukan, apa yang Anda katakan, dan apa yang orang lain katakan tentang Anda. Praktik PR adalah disiplin ilmu yang bertugas menjaga reputasi dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman dan dukungan, serta memengaruhi opini dan perilaku. Kegiatan ini merupakan usaha yang terencana dan berkesinambungan untuk membangun dan mempertahankan niat baik dan saling pengertian antara kelompok, komunitas dengan masyarakat. Menurut Hidayat (2014:2) bidang kajian public relations disepakati sangat penting karena mati-hidupnya sebuah komunitas karena iklim hubungan yang dibangun. Istilah Ting Toomey dalam teorinya Face Negotation Theory, bahwa manajemen konflik dapat dimediasi melalui budaya dan muka. Artinya, bahwa pencitraan publik terhadap seseorang atau etnis tertentu sangat diperlukan. Pada teknisnya, Public Relations bertanggung jawab dalam mengatur hubungan internal dan eksternal. Internal terkait dengan sistem yang ada di dalam organisasi masyarakat atau instansi formal maupun nonformal. Salah satu instansi nonformal adalah kelompok atau komunitas sosial. Komunitas dibangun karena adanya kesamaan sehingga membentuk budaya tersendiri. Ruang lingkup PR tidak hanya dibatasi pada instansi formal seperti perusahaan dan lembaga resmi pemerintahan. Akan tetapi, upaya membangun citra atau pencitraan justru diawali dari lingkungan masyarakat ekstrnal. Heath (2005:123) menjelaskan hubungan eksternal adalah ikatan public relations dengan masyarakat luas. Untuk itu, memperkenalkan identitas sosial juga merupakan bagian dari kegiatan PR. Apapun yang berkaitan dengan kepentingan umum, tentu saja merupakan wilayah kerja PR dengan tujuan untuk pencitraan. Dengan demikian, setiap individu yang membawa identitas individu ke dalam identitas sosial berarti sedang melakukan fungsi PR budaya yang dimilikinya.

Referensi:


Heath, Robert. 2005. Encyclopedian of Public Relations. London: A Sage Publication.


Hidayat, Dasrun. 2014. Media Public Relations.Yogyakarta: Graha Ilmu.


Kent, Michel. 2008. Public Relations in Global Contexs.USA: Sage

Leicthy, Greg. The Cultural Tribes of Public Relations. Journal of Public Relations Research. 2003. volume 15:4 hlm 277-304.

2 komentar:

  1. Materinya bagus, tapi Kurang gambar ilustrasinya. Jadi lebih memperkuat isi artikelnya. 😊

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus