Artikel
bertajuk The Cultural Tribes of Public Relations, Leichty (2003:278)
menjelaskan bahwa public relations (PR) tidak hanya
memberikan kontribusi untuk wacana budaya organisasi akan
tetapi juga merupakan bagian dari
sebuah
kontes budaya yang sedang berlangsung
di
masyarakat. Public relations adalah
bidang
multikultural yang memerlukan sebuah
kompetisi
yang sedang berlangsung dan kerjasama antar
jumlah orang berbeda budaya. Leichty (2003:278)
melalui artikel yang dipublikasikan di jurnal international
public relations, memperkaya teori budaya bahwa budaya
sebagai konstruksi sosial dari realitas
beroperasi
dalam batas ketentuan (Douglas,
1996).
Hanya ada lima faktor pendukung terjadi
persaingan
budaya; hanya fatalisme, egalitarianisme,
hirarki,
individualisme, dan individualisme
kompetitif
cukup koheren untuk mencapai kelangsungan hidup jangka panjang (Thompson
et al., 1990). Struktur topik adalah
tema
umum yang dapat digunakan untuk
mengembangkan
argumen persuasif dilakukan pada banyak topik.
Sebuah topik budaya adalah argumen sistematik
yang memperkuat pola hubungan sosial (Leichty & Warner,
2001).
Kent
dan Taylor (2003) dalam bukuknya
Public Relations in Global Culutueal Contexs tentang “how intercultural communication theory inform public relations
practice in global setting” menjelaskan bahwa membangun hubungan
adalah tujuan utama komunikasi
public
relations. Membangun hubungan sangat
penting
memperhatikan faktor budaya karena
budaya
sifatnya sangat cair sehingga diperlakukan
secara
dinamis. Kent dan Taylor menyebut Public
Relations Budaya sebagai strategi PR dalam
membangun hubungan dengan memperhitungakan budaya sehingga PR
Budaya disebut pula kegiatan atau aktivitas
PR
berbasis budaya dengan tujuan yang sama
yakni
pencitraan dan membangun hubungan
internal
maupun eksternal. PR Budaya lebih
luas
dalam kajiannya, mencakup semua tatanan
nilai,
tidak dibatasi oleh etnis atau ras. Sedangkan
PR
Mulitikultur mengkaji citra publik berdasarkan
konteks
multikultur atau keragaman budaya itu hadir karena
adanya perbedaan etnis atau ras. Pada
kajian ilmu komunikasi istilah Public
Relations
atau PR tidak begitu asing karena
bahasan
tentang public relations secara umum
telah
disampaikan pada awal perkulihan,
terkcuali
yang mengambil peminatan public
relations.
Keith
Butterick dari Chartered Institute of Public Relations (CIPR) dalam Hidayat
(2014:01) mendefinisikan bahwa public
relations
berbicara tentang reputasi hasil dari
apa
yang Anda lakukan, apa yang Anda katakan,
dan
apa yang orang lain katakan tentang Anda.
Praktik
PR adalah disiplin ilmu yang bertugas
menjaga
reputasi dengan tujuan untuk mendapatkan
pemahaman
dan dukungan, serta memengaruhi opini dan perilaku. Kegiatan
ini merupakan usaha yang terencana dan berkesinambungan untuk
membangun dan mempertahankan niat baik dan
saling pengertian antara kelompok, komunitas
dengan masyarakat. Menurut Hidayat (2014:2) bidang kajian public
relations disepakati sangat penting
karena
mati-hidupnya sebuah komunitas
karena
iklim hubungan yang dibangun. Istilah
Ting
Toomey dalam teorinya Face Negotation
Theory,
bahwa manajemen konflik dapat
dimediasi
melalui budaya dan muka. Artinya,
bahwa
pencitraan publik terhadap seseorang
atau
etnis tertentu sangat diperlukan. Pada
teknisnya,
Public Relations bertanggung jawab
dalam
mengatur hubungan internal dan
eksternal.
Internal terkait dengan sistem yang
ada
di dalam organisasi masyarakat atau
instansi
formal maupun nonformal. Salah satu
instansi
nonformal adalah kelompok atau
komunitas
sosial. Komunitas dibangun karena
adanya
kesamaan sehingga membentuk budaya tersendiri. Ruang
lingkup PR tidak hanya dibatasi
pada
instansi formal seperti perusahaan dan
lembaga
resmi pemerintahan. Akan tetapi,
upaya
membangun citra atau pencitraan justru
diawali
dari lingkungan masyarakat ekstrnal.
Heath
(2005:123) menjelaskan hubungan
eksternal
adalah ikatan public relations dengan
masyarakat
luas. Untuk itu, memperkenalkan
identitas
sosial juga merupakan bagian dari
kegiatan
PR. Apapun yang berkaitan dengan
kepentingan
umum, tentu saja merupakan wilayah kerja PR
dengan tujuan untuk pencitraan.
Dengan
demikian, setiap individu yang
membawa
identitas individu ke dalam identitas
sosial
berarti sedang melakukan fungsi PR budaya yang dimilikinya.
Referensi:
Heath, Robert.
2005. Encyclopedian of Public Relations. London: A Sage Publication.
Hidayat, Dasrun.
2014. Media Public Relations.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kent, Michel. 2008.
Public Relations in Global Contexs.USA: Sage
Leicthy, Greg. The Cultural Tribes of Public Relations. Journal of Public Relations Research. 2003. volume 15:4 hlm 277-304.
Materinya bagus, tapi Kurang gambar ilustrasinya. Jadi lebih memperkuat isi artikelnya. 😊
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus