Sebelum
perkembangan teknologi, praktik Publik Relations (PR) masih bersifat
konvensional. Mulai dari Government PR, Marketing PR, dan lainnya. Namun, pasca
teknologi digital marak ditandai dengan kehadiran social media—praktik PR mulai
mengalami pergeseran. Meskipun, tujuan PR tetap tidak ada yang berubah.
Praktisi social
media, Nukman Luthfi, menilai bahwa social media merupakan alternative media
untuk menjangkau media, termasuk publik digital atau dikenal dengan istilah
netizen. “Dengan menggunakan kanal social media, penyampaian pesan dapat
dilakukan secara langsung dan pelaku PR dapat lebih engage dengan target,” tegas Nukman.
Ada hirarki
yang wajib diperhatikan para pelaku PR dalam memanfaatkan social media. Menurut
Nukman, ada tiga hirarki yang didasarkan pada karakter unik pengguna social
media yang sangat mudah dikenali. Pertama adalah Creator, yang aktif memberikan konten berupa word, picture, dan
video secara konsisten. Diurutan kedua, ada Conversationalist,
di mana pengguna social media hanya rajin mengobrol dan melakukan percakapan.
Terakhir adalah Critics, yang hanya
gemar mengkritik tanpa mau memberikan konten.
Berangkat dari
tiga hirarki itu, maka engagement
adalah kunci untuk bisa berkomunikasi di era social media seperti sekarang.
Sebagai bagian dari praktik PR, para pelaku dunia pendidikan, juga harus
dituntut untuk memanfaatkan social media dalam menjalin hubungan dengan mahasiswa
dan masyarakat. Karena mahasiswa yang notabene sebagai generasi
millenial, akrab dengan penggunaan ponsel pintar, internet dan social media.
Karena itu, menjalin komunikasi dan memberikan pelayanan kepada mereka
tentunya harus menggunakan pendekatan dan strategi komunikasi yang lebih
interaktif. Seperti, penggunaan facebook, twitter maupun instagram. Pengelolaan social
media yang efektif sering diartikan harus menjaga komunikasi terus-menerus,
membangun kredibilitas dan kepercayaan, dan menyediakan publiknya dengan
informasi yang relevan tentang organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar