Selasa, 13 Januari 2015

Integrated Marketing Communication With Public Relations 2.0

Kendati banyak yang meragukan keberadaannya, keberadaan public relations (PR) 2.0 terbukti terus bergulir di tengah ‘ledakan’ gerakan media baru yang disebut social media. PR 2.0 melakukan caranya dalam menerapkan gaya komunikasi baru dengan lebih sederhana, cepat, mudah, dan menjangkau sasaran luas dalam upayanya untuk membangun integrated marketing communications (IMC).

PR dan media ibarat dua sisi mata pisau. Kemana PR bergerak, disitu pula terdapat media. Dalam era di mana berita bisa mudah di akses kapan dan dimana saja, Public Relations 2.0 terbukti sangat dibutuhkan. Apalagi akses social media yang sudah membumi dan menjadi teman kesehari-harian publik, membuat publik memiliki power yang besar dalam membentuk opini, menyebarkan berita, dan mempengaruhi publik lain akan sebuah isu perusahaan. Komunikasi pun berlangsung secara dua arah (timbal balik) antara perusahaan dengan publik melalui perantara media. Akibatnya akses reputasi perusahaan dapat menjadi lebih terbuka dan langsung ke publik, dalam hal ini publik perusahaan itu sendiri. 
Cara komunikasi pelanggan inilah yang disebut sebagai Feedback 2.0. Karakter Feedback 2.0 tersebut terdapat dalam social media yang memang lebih mengedepankan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi terbuka. Kini setiap orang mempunyai kesempatan untuk menyuarakan ide, pendapat, dan pengalaman mereka melalui media online khusus (blog atau website) ataupun jaringan online sosial, seperti Facebook, My Space, Blogger, You Tube, dan sebagainya.

Disinilah peran seorang Public Relations dibutuhkan. Seorang praktisi di bidang ilmu komunikasi, Lukman Luthfie menyatakan bahwa di era online social media, era di mana konsumen melakukan percakapan secara horisontal satu sama lain di dunia maya, seorang PR yang compatible di bidangnya sangat dibutuhkan. Sudah jelas bahwa peran PR jauh lebih penting daripada marketing. Public relations yang sebelumnya berperan untuk memonitor reputasi perusahaan, brand image dengan mendapat tolak ukur dari media massa baik koran, majalah, radio atau tv. Kini, harus merambah untuk memantau opini-opini yang terjadi diranah social media, yang merupakan media langsung bagi publik untuk menuangkan segenap pikiran-pikirannya, termasuk potensinya untuk menyebarkan isu perusahaan.

Apalagi semenjak blog mudah dibuat, forum online bertebaran dan social media bertumbuhan, setiap pengguna Internet bisa menjadi penyampai pesan. Mereka yang biasanya hanya menonton televisi, membaca koran/majalah, mendengarkan radio, browsing di Internet, kini juga bisa membuat blog, membuat akun di Facebook atau Friendster, dan menuliskan pesan apa saja yang mereka sukai dan inginkan. Jika mereka tidak suka dengan pengalamannya mengkonsumsi sebuah produk, mereka dengan mudah menulisnya dan menyebarkannya di forum atau milis. Mereka tidak perlu bersusah payah mengirim surat pembaca ke media cetak yang entah kapan dimuatnya. Demikian juga, jika mereka senang dengan sebuah produk, tentu mereka akan melakukan hal yang sama untuk mengungkapkan pengalamannya.

Diakui atau tidak, situasi seperti diatas telah mendorong praktisi PR melakukan reposisi diri. Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, banyak perusahaan menghendaki aktivitas komunikasi mereka terpadu dengan kegiatan pemasaran, atau lebih dikenal dengan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communications). Proses IMC berawal dari pelanggan atau calon pelanggan, kemudian berbalik  pada perusahaan untuk menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode yang perlu  dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif. Istilah ‘terintergrasi’ menunjukkan keselarasan atau  keterpaduan dalam hal tujuan, fokus, dan arah strategis antar elemen bauran komunikasi  pemasaran dengan unsur bauran pemasaran. Artinya, PR menjadi bagian dari marketing, sehingga ia pun terlibat dalam konsep dan eksekusinya. Praktisi PR memiliki target-target yang tak hanya pada upaya membangun citra, tetapi juga target-target terukur mendukung upaya pemasaran dan penjualan.

Kedua, pemahaman komunikasi sudah berkembang jauh. Komunikasi bukan hanya diterjemahkan dengan hubungan satu arah, melainkan komunikasi yang terintegrasi, menggabungkan segala komponen, mulai dari public affairs, Public Relations sampai dengan advertising. Akibatnya, kini praktisi Public Relations terlihat lebih kreatif dalam menyajikan terobosan-terobosan yang efektif.

Penyebab ketiga adalah, era web 2.0 telah membuka mata praktisi Public Relations terhadap cara komunikasi baru yang lebih sederhana, cepat, mudah, dan menjangkau sasaran luas. Pergerakan informasi yang transparan dan real time adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Kendati banyak yang meragukan keberadaannya, program public relations (PR) terbukti terus bergulir di tengah arus web 2.0 dan upaya perusahaan membangun integrated marketing communications (IMC).

Kedepannya dalam sisi perencanaan, Public Relations harus menyusun sebuah Integrated Marketing Communication goal yang tidak hanya mendorong terjadinya awareness-interest-desire-action, tapi juga goal untuk menciptakan conversation, engagemant, dan advocacy di kalangan konsumen. Konsep AIDA merupakan short-term goal, sedangkan engagemant dan advocacy merupakan long-term goal.

Dengan kemunculan media baru yaitu “horizontal media”, maka konsep integrated marketing communication (IMC) harus direkonstruksi menjadi integrated marketing communication bentuk baru. Dalam integrated marketing communication dengan format baru tidak hanya memuat vertical media baik above the line maupun below the line, tetapi juga mulai memasukkan horizontal media atau social media. Integrated Marketing Communication yang bagus adalah integrated marketing communication yang mengintegrasikan vertical integrated marketing communication dengan horizontal integrated marketing communication.

Intinya adalah Public Relations 2.0 bukan lagi sekadar mengelola jurnalis, tetapi juga mengelola konsumen yang mampu menjadi publisher di dunia maya. Posisi konsumen kini sudah naik pangkat. Mereka tidak lagi sekadar konsumen, tapi juga publisher dan influencer. Di saat konsumen ingin dianggap sebagai individu, maka pemasar harus lebih manusiawi dalam hal praktik pemasarannya. Yang diperlukan adalah praktik pemasaran yang lebih terbuka di mana pemasar melakukan engagement dengan konsumen secara horisontal, ekspiriensial, komunal, dan juga mempergunakan platform teknologi yang ada.

Jelas Public Relations 2.0 jauh lebih rumit dan menantang dibanding Public Relations 1.0. Kedepannya, dunia PR akan terus mengalami perkembangan yang pesat. Namun, diakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan. Misalnya edukasi terhadap pemegang otoritas dalam perusahaan tentang arti penting PR, peningkatan konpetensi dari para praktisi PR dan juga benchmarking terhadap program-program PR yang baik dari dalam maupun dari luar.

Social Media adalah pendekatan langsung ke konsumen yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat. PR profesional mulai memasukkan PR 2.0 ke dalam strategi dan perencanaan sebagai cara yang efektif untuk berkomunikasi secara langsung melalui web 2.0 kepada publik, untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan merek secara keseluruhan (Breakendridge, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar